UU BHP DIhapuskan, Mahasiswa kegirangan

Jakarta (SIB)
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi UU Badan Hukum Pendidikan (BHP). Akibatnya, UU yang telah berlaku sejak tahun 2002 pun akhirnya tidak berlaku lagi. Putusan MK ini pun disambut hangat aktivis mahasiswa.
“Atas nama PB HMI-MPO, kami mengucapkan selamat kepada dunia pendidikan, kita telah mendapatkan keadilan atas BHP,” kata Ketua Umum PB HMI Chozin Amirullah dalam rilis yang diterima detikcom, Rabu (31/3).
UU BHP menurut Chozin ditolak karena telah mempersulit hak warga negara dalam memperoleh pendidikan. UU BHP pun dirasa sangat pro-kapitalis dan bertentangan dengan hakikat pendidikan dalam memanusiakan manusia.
“Oleh karena itu dengan dicabutnya UU ini, maka kami berharap agar pendidikan di Indonesia bisa lebih berkembang dan merata bagi seluruh warga,” imbuhnya.
Dia menambahkan, pendidikan adalah pilar utama dalam pembangunan bangsa. Hanya dengan pendidikanlah kaum muda bangsa ini akan bisa berpikir maju dan memajukan bangsanya.
“Sekali lagi, selamat atas dicabutnya UU BHP, terima kasih kepada MK yang telah mendengarkan suara-suara kami, rakyat Indonesia,” ucap Chozin puas.
5 Alasan MK Membatalkan UU BHP
Terhitung pukul 12.58 WIB hari ini, UU BHP tak berlaku karena telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). MK menilai UU BHP tak selaras dengan UUD 1945 dan UU BHP menimbulkan ketidakpastian hukum.
Putusan ini dibacakan secara bergilirian oleh 9 hakim MK selama 3,5 jam di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, (31/3).
Dalam putusan setebal 403 halaman, MK memberikan 5 alasan mengapa MK menggugurkan eksistensi BHP.
1. UU BHP mempunyai banyak kelemahan baik secara yuridis, kejelasan maksud dan keselarasan dengan UU lain.
2. UU BHP mempunyai asumsi penyelenggara pendidikan di Indonesia mempunyai kemampuan sama. Tapi, realitasnya kesamaan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tak berarti semua PTN mempunyai kesamaan yang sama.
3. Pemberian otonomi kepada PTN akan berakibat beragam. Karena lebih banyak PTN yang tidak mampu menghimpun dana karena terbatasnya pasar usaha di tiap daerah. Hal ini akan menyebabkan terganggunya penyelenggaraan pendidikan.
4. UU BHP tidak menjamin tercapainya tujuan pendidikan nasional dan menimbulkan kepastian hukum. UU BHP bertentangan dengan pasal 28D ayat 1, dan Pasal 31 UUD 1945.
5. Prinsip nirlaba tak hanya bisa diterapkan dalam BHP tapi juga dalam bentuk badan hukum lainnya.
Menanggapi putusan ini, rasa puas langsung diungkapkan kuasa hukum Taufik Basari. Dia menilai pembuat UU telah mengesampingkan kenyataan bahwa banyak peran pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat.
“Saya sangat puas dengan putusan ini,” ujarnya usai sidang yang disambut yel-yel mahasiswa.
Bertentangan dengan Konstitusi, UU BHP Dibatalkan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU No 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) karena dinilai melanggar UUD 1945. Mendapat putusan ini, seluruh pemohon langsung bersorak gembira dan mengaku puas dengan putusan MK tersebut.
“MK menilai, UU BHP bertentangan dengan UUD 1945 sehingga mengabulkan secara keseluruhan semua permohonan pemohon,” kata Ketua MK, Mahfud MD.
Putusan ini dibacakan secara bergilirian oleh 9 hakim MK selama 3,5 jam di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, (31/3).
MK menilai, UU BHP ini menyeragamkan bentuk badan hukum pendidikan sehingga mengabaikan bentuk badan hukum lainnya seperti yayasan, wakaf dan sebagainya.
Selain itu, penyeragaman ini juga mengakibatkan orang miskin tidak bisa mengakses pendidikan padahal hal tersebut diamanatkan UUD 1945. “UU ini tidak menjamin tercapainya tujuan pendidikan nasional,” pungkas Mahfud.
Bantah Kalah, Mendiknas Siap Laksanakan Putusan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang sudah berlaku sejak tahun 2002. Kemendiknas siap melaksanakan keputusan MK tersebut tanpa mengaku kalah atas keluarnya putusan ini.
“Posisi pemerintah adalah melaksanakan aturan perundangan. Pemerintah menaati, mengormati setiap putusan dari lembaga-lembaga negara sesuai dengan tugasnya, baik yang terkait dengan hukum, pemerintahan, atau pun Hankam,” kata Mendiknas Muhamamad Nuh dalam perbincangan dengan detikcom , Rabu (31/3).
“Pemerintah menghormati dan melaksanakan apa yang diputuskan itu. Demikian juga terkait dengan UU BHP,” papar Nuh.
Dia menjelaskan, jika ada masyarakat atau sekelompok masyarakat yang menilai suatu UU bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar berbangsa dan bernegara yang tercantum dalam UUD, maka hak bagi mereka untuk mengajukan uji materi ke lembaga yang berwenang yakni Mahkamah Konstitusi.
“Maka posisi pemerintah tidak dalam posisi berhadap-hadapan. Oleh karena itu dikabulkan, maka pemerintah tidak merasa kalah dan jika ditolak tidak merasa menang. Masing-masing punya hak, kalau diputuskan harus kita hormati,” imbuh mantan Rektor ITS ini.
Pria murah senyum ini belum bisa memastikan apakah kampus-kampus negeri yang telah menerapkan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) otomatis akan mencabut status BHMN tersebut karena menggunakan landasan UU BHP.
“Saya harus mempelajari terlebih dahulu. Kalau sudah diundangkan, dan dilaksanakan itu tidak salah kan, karena memang ada dasarnya yakni UU BHP. Tapi kita akan review kembali dan saya yakin akan ada solusi,” kata M Nuh.
Dengan keluarnya putusan MK ini, Kemendiknas berjanji akan menyosialisasikan hal ini kepada dinas-dinas pendidikan di daerah. “Tentu itu bagian dari tanggung jawab kita, akan disampaikan juga ke publik, hasil keputusan tadi,” pungkasnya.
Uji materi UU BHP dimohonkan oleh Assosiasi Badan Penyelengaraan Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI), Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (YPLP-PGRI) dan Yayasan-yayasan lainnya.
Pemohon meminta Pasal 1 angka (5) sepanjang anak kalimat ‘dan diakui sebagai badan hukum pendidikan’ dihilangkan. Pemohon juga meminta membatalkan pasal Pasal 8 ayat (3) Pasal 10, Pasal 62 ayat (1), Pasal 67 ayat (2), ayat (4) dalam UU BHP dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1, Pasal 28A, Pasal 28C, Pasal 28C ayat 2, Pasal 28 D ayat 1, Pasal 28G ayat 1, Pasal 28I ayat 2 UUD 1945.
Pemohon menilai keberadaan UU aquo membuat yayasan kehilangan haknya untuk menyelenggarakan pendidikan formal.
UU BHP Dibatalkan, Wapres Akan Segera Ambil Tindakan
Wakil Presiden Boediono langsung bereaksi atas dibatalkannya UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Boediono akan segera mengambil tindakan-tindakan penyesuaian terhadap pembatalan UU yang telah berlaku selama 8 tahun tersebut.
“Bapak Wapres terutama sebagai pejabat yang juga mengurusi pendidikan akan mengikuti keputusan MK dan beliau tadi menyampaikan akan segera mengambil tindakan yang diberikan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian sehingga pemerintah mengikuti keputusan MK itu,” kata Juru Bicara Wapres Yopie Hidayat di Kantor Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (31/3).
Yopie menjelaskan, keputusan MK ini akan membawa dampak yang besar bagi sistem pendidikan Indonesia dan tentu saja kebijakan pemerintah ke depan.
Namun demikian, Boediono akan mempelajari terlebih dahulu putusan MK yang dibacakan oleh hakim MK secara bergantian siang tadi. Setelah itu baru diambil tindakan yang tepat.
“Akan kami pelajari dulu secara seksama, penyesuaian apa saja yang diperlukan untuk mengadopsi hasil keputusan itu. Supaya sistem pendidikan kita tidak bertentangan dengan ketentuan yang sekarang diubah,” kata Yopie.
Jelang Putusan Uji Materi, Mahasiswa UI Demo Tolak UU BHP
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menolak diberlakukannya UU No 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Demo ini berlangsung menjelang putusan uji materi UU BHP oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Kepala Kantor Komunikasi dan Informasi BEM UI, Hesty Apriani menilai UU tersebut bentuk kapitalisme terselubung sehingga pendidikan menjadi barang mahal dan tak terjangkau.
“Kami menolak UU BHP dan menuntut MK mengahulkan judicial review UU ini,” ujar Hesty sebelum sidang pleno di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (31/3).
Pernyataan ini menanggapi pembacaan putusan MK atas permohonan penghapusan UU ini di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Menurut mahasiswa UI ini, pendidikan adalah proses internalisasi budaya terhadap seseorang sehingga menjadi lebih beradab. Sayang, kenyatannya negara sulit sebagai penanggungjawab untuk memenuhi kewajiban itu.
“Persoalan mendasar seperti akses pendidikan, tingginya angka putus sekolah dan minimnya sarana sekolah,” ujarnya. (detikcom/d)
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi UU Badan Hukum Pendidikan (BHP). Akibatnya, UU yang telah berlaku sejak tahun 2002 pun akhirnya tidak berlaku lagi. Putusan MK ini pun disambut hangat aktivis mahasiswa.
“Atas nama PB HMI-MPO, kami mengucapkan selamat kepada dunia pendidikan, kita telah mendapatkan keadilan atas BHP,” kata Ketua Umum PB HMI Chozin Amirullah dalam rilis yang diterima detikcom, Rabu (31/3).
UU BHP menurut Chozin ditolak karena telah mempersulit hak warga negara dalam memperoleh pendidikan. UU BHP pun dirasa sangat pro-kapitalis dan bertentangan dengan hakikat pendidikan dalam memanusiakan manusia.
“Oleh karena itu dengan dicabutnya UU ini, maka kami berharap agar pendidikan di Indonesia bisa lebih berkembang dan merata bagi seluruh warga,” imbuhnya.
Dia menambahkan, pendidikan adalah pilar utama dalam pembangunan bangsa. Hanya dengan pendidikanlah kaum muda bangsa ini akan bisa berpikir maju dan memajukan bangsanya.
“Sekali lagi, selamat atas dicabutnya UU BHP, terima kasih kepada MK yang telah mendengarkan suara-suara kami, rakyat Indonesia,” ucap Chozin puas.
5 Alasan MK Membatalkan UU BHP
Terhitung pukul 12.58 WIB hari ini, UU BHP tak berlaku karena telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). MK menilai UU BHP tak selaras dengan UUD 1945 dan UU BHP menimbulkan ketidakpastian hukum.
Putusan ini dibacakan secara bergilirian oleh 9 hakim MK selama 3,5 jam di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, (31/3).
Dalam putusan setebal 403 halaman, MK memberikan 5 alasan mengapa MK menggugurkan eksistensi BHP.
1. UU BHP mempunyai banyak kelemahan baik secara yuridis, kejelasan maksud dan keselarasan dengan UU lain.
2. UU BHP mempunyai asumsi penyelenggara pendidikan di Indonesia mempunyai kemampuan sama. Tapi, realitasnya kesamaan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tak berarti semua PTN mempunyai kesamaan yang sama.
3. Pemberian otonomi kepada PTN akan berakibat beragam. Karena lebih banyak PTN yang tidak mampu menghimpun dana karena terbatasnya pasar usaha di tiap daerah. Hal ini akan menyebabkan terganggunya penyelenggaraan pendidikan.
4. UU BHP tidak menjamin tercapainya tujuan pendidikan nasional dan menimbulkan kepastian hukum. UU BHP bertentangan dengan pasal 28D ayat 1, dan Pasal 31 UUD 1945.
5. Prinsip nirlaba tak hanya bisa diterapkan dalam BHP tapi juga dalam bentuk badan hukum lainnya.
Menanggapi putusan ini, rasa puas langsung diungkapkan kuasa hukum Taufik Basari. Dia menilai pembuat UU telah mengesampingkan kenyataan bahwa banyak peran pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat.
“Saya sangat puas dengan putusan ini,” ujarnya usai sidang yang disambut yel-yel mahasiswa.
Bertentangan dengan Konstitusi, UU BHP Dibatalkan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU No 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) karena dinilai melanggar UUD 1945. Mendapat putusan ini, seluruh pemohon langsung bersorak gembira dan mengaku puas dengan putusan MK tersebut.
“MK menilai, UU BHP bertentangan dengan UUD 1945 sehingga mengabulkan secara keseluruhan semua permohonan pemohon,” kata Ketua MK, Mahfud MD.
Putusan ini dibacakan secara bergilirian oleh 9 hakim MK selama 3,5 jam di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, (31/3).
MK menilai, UU BHP ini menyeragamkan bentuk badan hukum pendidikan sehingga mengabaikan bentuk badan hukum lainnya seperti yayasan, wakaf dan sebagainya.
Selain itu, penyeragaman ini juga mengakibatkan orang miskin tidak bisa mengakses pendidikan padahal hal tersebut diamanatkan UUD 1945. “UU ini tidak menjamin tercapainya tujuan pendidikan nasional,” pungkas Mahfud.
Bantah Kalah, Mendiknas Siap Laksanakan Putusan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang sudah berlaku sejak tahun 2002. Kemendiknas siap melaksanakan keputusan MK tersebut tanpa mengaku kalah atas keluarnya putusan ini.
“Posisi pemerintah adalah melaksanakan aturan perundangan. Pemerintah menaati, mengormati setiap putusan dari lembaga-lembaga negara sesuai dengan tugasnya, baik yang terkait dengan hukum, pemerintahan, atau pun Hankam,” kata Mendiknas Muhamamad Nuh dalam perbincangan dengan detikcom , Rabu (31/3).
“Pemerintah menghormati dan melaksanakan apa yang diputuskan itu. Demikian juga terkait dengan UU BHP,” papar Nuh.
Dia menjelaskan, jika ada masyarakat atau sekelompok masyarakat yang menilai suatu UU bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar berbangsa dan bernegara yang tercantum dalam UUD, maka hak bagi mereka untuk mengajukan uji materi ke lembaga yang berwenang yakni Mahkamah Konstitusi.
“Maka posisi pemerintah tidak dalam posisi berhadap-hadapan. Oleh karena itu dikabulkan, maka pemerintah tidak merasa kalah dan jika ditolak tidak merasa menang. Masing-masing punya hak, kalau diputuskan harus kita hormati,” imbuh mantan Rektor ITS ini.
Pria murah senyum ini belum bisa memastikan apakah kampus-kampus negeri yang telah menerapkan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) otomatis akan mencabut status BHMN tersebut karena menggunakan landasan UU BHP.
“Saya harus mempelajari terlebih dahulu. Kalau sudah diundangkan, dan dilaksanakan itu tidak salah kan, karena memang ada dasarnya yakni UU BHP. Tapi kita akan review kembali dan saya yakin akan ada solusi,” kata M Nuh.
Dengan keluarnya putusan MK ini, Kemendiknas berjanji akan menyosialisasikan hal ini kepada dinas-dinas pendidikan di daerah. “Tentu itu bagian dari tanggung jawab kita, akan disampaikan juga ke publik, hasil keputusan tadi,” pungkasnya.
Uji materi UU BHP dimohonkan oleh Assosiasi Badan Penyelengaraan Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI), Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (YPLP-PGRI) dan Yayasan-yayasan lainnya.
Pemohon meminta Pasal 1 angka (5) sepanjang anak kalimat ‘dan diakui sebagai badan hukum pendidikan’ dihilangkan. Pemohon juga meminta membatalkan pasal Pasal 8 ayat (3) Pasal 10, Pasal 62 ayat (1), Pasal 67 ayat (2), ayat (4) dalam UU BHP dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat 1, Pasal 28A, Pasal 28C, Pasal 28C ayat 2, Pasal 28 D ayat 1, Pasal 28G ayat 1, Pasal 28I ayat 2 UUD 1945.
Pemohon menilai keberadaan UU aquo membuat yayasan kehilangan haknya untuk menyelenggarakan pendidikan formal.
UU BHP Dibatalkan, Wapres Akan Segera Ambil Tindakan
Wakil Presiden Boediono langsung bereaksi atas dibatalkannya UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Boediono akan segera mengambil tindakan-tindakan penyesuaian terhadap pembatalan UU yang telah berlaku selama 8 tahun tersebut.
“Bapak Wapres terutama sebagai pejabat yang juga mengurusi pendidikan akan mengikuti keputusan MK dan beliau tadi menyampaikan akan segera mengambil tindakan yang diberikan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian sehingga pemerintah mengikuti keputusan MK itu,” kata Juru Bicara Wapres Yopie Hidayat di Kantor Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu (31/3).
Yopie menjelaskan, keputusan MK ini akan membawa dampak yang besar bagi sistem pendidikan Indonesia dan tentu saja kebijakan pemerintah ke depan.
Namun demikian, Boediono akan mempelajari terlebih dahulu putusan MK yang dibacakan oleh hakim MK secara bergantian siang tadi. Setelah itu baru diambil tindakan yang tepat.
“Akan kami pelajari dulu secara seksama, penyesuaian apa saja yang diperlukan untuk mengadopsi hasil keputusan itu. Supaya sistem pendidikan kita tidak bertentangan dengan ketentuan yang sekarang diubah,” kata Yopie.
Jelang Putusan Uji Materi, Mahasiswa UI Demo Tolak UU BHP
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menolak diberlakukannya UU No 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP). Demo ini berlangsung menjelang putusan uji materi UU BHP oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Kepala Kantor Komunikasi dan Informasi BEM UI, Hesty Apriani menilai UU tersebut bentuk kapitalisme terselubung sehingga pendidikan menjadi barang mahal dan tak terjangkau.
“Kami menolak UU BHP dan menuntut MK mengahulkan judicial review UU ini,” ujar Hesty sebelum sidang pleno di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (31/3).
Pernyataan ini menanggapi pembacaan putusan MK atas permohonan penghapusan UU ini di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Menurut mahasiswa UI ini, pendidikan adalah proses internalisasi budaya terhadap seseorang sehingga menjadi lebih beradab. Sayang, kenyatannya negara sulit sebagai penanggungjawab untuk memenuhi kewajiban itu.
“Persoalan mendasar seperti akses pendidikan, tingginya angka putus sekolah dan minimnya sarana sekolah,” ujarnya. (detikcom/d)








0 komentar: